Oleh: Alexander G. Gobai
Pada tanggal 14-15 Oktober 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) menyelenggarakan Bimbingan Teknis Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (PHP Kepala Daerah/Kada) Tahun 2024 bagi Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Musamus (Unmus), Merauke, Papua Selatan.
Dalam pemaparan materinya, Panitera Muda I Triyono Edy Budhiarto menjelaskan mengenai persyaratan formil ambang batas pengajuan permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada) sebagaimana ketentuan Pasal 158 UU 10/2016 (UU Pilkada).
Pasal 158 UU 10/2016 akan diberlakukan setelah Pemeriksaan Persidangan atau dipertimbangkan setelah Pemeriksaan Persidangan (lanjutan) bersama-sama dengan Pokok Permohonan. Pemohon dalam permohonannya tetap menguraikan Pasal 158 UU 10/2016 dalam kedudukan hukum dengan menghubungkannya pada Pokok Permohonan untuk menjelaskan kepada Mahkamah bahwa penerapan Pasal 158 UU 10/2016 dapat ditunda keberlakuannya sehingga harus dibuktikan dalam Pemeriksaan Persidangan (lanjutan).
“Jadi, tidak dipertimbangkan di awal, tapi MK akan membawa sampai mempertimbangkan, mempersidangkan pokok permohonan,” ujar Edy
Jika dikelompokkan terdapat empat ambang batas yaitu 2 persen untuk provinsi dengan penduduk di bawah 2 juta jiwa atau kabupaten/kota dengan penduduk di bawah 250 ribu jiwa; 1,5 persen untuk provinsi dengan penduduk 2 juta sampai enam juta jiwa atau kabupaten/kota dengan penduduk 250 ribu sampai 500 ribu jiwa; 1 persen untuk provinsi dengan penduduk 6 juta sampai 12 juta jiwa atau kabupaten/kota dengan penduduk 500 ribu sampai 1 juta jiwa; serta 0,5 persen untuk provinsi dengan penduduk di atas 12 juta atau kabupaten/kota dengan penduduk di atas 1 juta jiwa. Kemudian dia menjelaskan cara menghitung persentase selisih perolehan suara dalam pemilihan gubernur.
Contohnya, Provinsi X dengan jumlah penduduk 1.905.121 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan Termohon atau Komisi Pemilihan Umum (KPU). Apabila dalam provinsi tersebut total suara sah mencapai 1.837.300 suara sah, maka 2 persennya dari total suara tersebut diperoleh angka 36.746 suara sebagai ambang batas selisih suara antarpasangan calon (paslon). Ketika ada paslon A mendapatkan 637.200 suara, paslon B memperoleh 601.500 suara, dan paslon C 598.600 suara, maka selisih paslon A dan paslon B adalah 35.700 suara (637.200 – 601.500). Selisih suara itu (35.700 suara) berada di bawah angka ambang batas yang telah dihitung (36.746 suara) di atas sehingga memenuhi syarat Pasal 158 UU Pilkada.
Kaitan Syarat Formil dengan Pikada Papua Tengah
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Tengah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) Pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah Tahun 2014 sebanyak 1.129.141 orang. Rinciannya, DPT perempuan, sebanyak 532.205 orang, sedangkan DPT laki laki berjumlah 596.936 orang.
Penetapan DPT Provinsi Papua Tengah tertuang dalam surat keputusan KPU Papua Tengah Nomor 341 tahun 2024 tentang Rekapitulasi daftar pemilih tetap provinsi Papua Tengah dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2024.
Bagaimana Proses Pilkada Papua Tengah?
Proses dan dinamika berlangsungnya Pilkada di Papua Tengah dapat berjalan baik dan aman, meski terdapat beberapa peristiwa, gesekapan dan dinamika. Namun, Negara Indonesia mimiliki hukum yang dinamakan Demokrasi. Peristiwa dan gesekan adalah bagian dari demokrasi yang setiap orang memiliki haknya. Menjunjung tinggi demokrasi merupakan menghargai cita-cita bangsa Indonesia bahwa Negara Indonesia harus lebih baik dari hari kemarin.
Pada tanggal 27 November 2024 merupakan tanggal istimiewa dan menjadi sejarah dalam pelaksanaan pesta demokrasi yang secara serentak di seluruh Indonesia. Dilaksanakan Pilkada serentak merupakan Impian bangsa Indonesia menuju demokrasi yang sehat, berintegitas, mandiri dan bermarbat.
Sehingga, dibuatlah regulasi dan Keputusan-keputusan, mulai dari Keputusan UU Pilkada tentang Syarat formil ambang batas, Keputusan-keputusan Mahkamah Konsitusi dan Peraturan-peraturan KPU RI yang merupakan upaya dan solusi agar pesta demokrasi berjalan dengan lancar tanpa ada masalah, juga tidak tegang dan berat bagi dinamika Pilkada dan Politik di Indonesia.
Konteks Pelaksanaan Pilkada di Papua Tengah per Tanggal 27 November 2025 merupakan harinya Masyarakat Indonesia pada umumnya, Provinsi Papua Tengah khususnya untuk memilih calon Kepala daerah baik bupati/walikota dan Gubernur. Moment pesta rakyat Indonesia ini menujukkan sikap Masyarakat memilih pemimpin yang bijak, dapat melihat Masyarakat dan membangun daerah berdasarkan visi dan misi Probowo Subianto, Presiden Indonesia yakni meningkatkan masyarakat yang sejahtera mulai dari kampung hingga kota. Berikut juga, berdasarkan Visi, Misi dan Program Kerja dari masing-masing calon kandidat.
Oleh karena itu, Masyarakat Papua Tengah memilih Pemimpin yang dipikirkan dan dirasa baik untuk melihat masa depan manusia Papua Tengah juga kesejahteraan Masyarakat Papua Tengah. Dan Pada akhirnya, Masyarakat Papua Tengah berbondong-bondong menuju TPS untuk memilih kepala daerah. Menuju TPS bagi daerah Daerah yang system demokrasi. Dan menuju Kampung dan Distrik untuk memilih kepala daerah berdasarkan kesepaktan atau mufakat yang kemudian diatuangkan di dalam C Hasil dan D hasil KWK.
Proses demi Proses dilalui dengan baik, khusus di delapan (8) Kabupaten, hingga, terpilih kepala daerah Provinsi Papua Tengah yakni Meki Nawipa-Deinas Geley (MeGe) dengan memperoleh (502. 624 / 45.5%). Sedangkan Wilen Wandik-Aloysius Giay (373,721 / 33.8%). Natalis Tabuni-Titus Natkime (106.664 / 9,7%). Sementara, Jhon Wempi Wetipo – Agustinus Anggaibaik (122.246 / 11.1%).
Selisi suara antara MeGe dan WW-Alo 128.903 suara. Sedangkan dengan NT-TN 395.960 suara. Dengan JWW-AG 380.378 suara.
Suara yang diperoleh empat (4) calon Kandidat Gubernur Provinsi Papua Tengah berdasarkan hasil lapangan yang kemudian ditetapkan KPU Papua Tengah pada tanggal 18 Desember 2024 Pukul 11.25 Waktu Indonesia Timur (WIT) dihadapan Kepala Dinas Kesbangpol Provinsi papua Tengah, Kepala RRI Nabire, Polda Papua Tengah atau yang diwakili, Dandim Papua Tengah dan PJ Gubernur Papua Tengah,
Berdasarkan hasil perolehan suara calon Gubernur Provinsi Papua Tengah dengan kaitannya persyaratan formil ambang batas pengajuan permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada) sebagaimana ketentuan Pasal 158 UU 10/2016 (UU Pilkada) tidak mencukupi. Hal ini yang kemudian Mahkamah Konstitusi berpegang pada hukum yang sudah ditetapkan di Negara Republik Indonesia.
Masyarakat Indonesia, khususnya Masyarakat Papua Tengah, terlepas dengan kepentingan apapun, maka, Mahkamah Konstitusi (MK) agar kemudian berpegang pada pedoman UU Pilkada pada pasal 158 UU 10/2016. Sebab, terbukti bahwa pasangan Meki Nawipa-Deinas Geley telah memengkan Pilkada di Provinsi Papua Tengah yang baru dimekarkan kurang lebih 3 tahun Provinsi ada.
Apakah UU Pilkada pada pasal 158 UU 10/2016 menjamin Putusan?
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Bahwa UU Pilkada pada pasal 158 UU 10/2016 sangat menjamin Putusan perselisihan suara. Sebab, Mahkamah Konstitusi akan meninjau Kembali pada perolehan suara dari masing-masing kepala daerah.
Yoti Gire, Ketua Koalisi Papua Tengah Terang mengatakan, Mahkamah mengutip Pasal 286 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan penjelasannya secara tegas memberi kewenangan penanganan sengketa dalil TSM kepada Bawaslu, bukan wewenang MK. Pemohon seharusnya telah memahami konsep pelanggaran TSM. Untuk mencapai keadilan dan kepastian hukum, setiap dugaan pelanggaran dan kecurangan bersifat TSM harus memenuhi unsur Pasal 286 UU Pemilu.
“Beralasan secara hukum bagi Mahkamah untuk menolak seluruh dalil Pemohon terkait guguatan Pilgub Provinsi Papua tengah di MK untuk menerima pelanggaran TSM sebagai Kewenangan Mahkamah. Karenanya patut secara hukum menyatakan menolak Permohonan Pemohon secara keseluruhan karena seluruh konstruksi permohonan didasarkan pada landasan dalil yang Sudah dijelaskan,” tegasnya dikutip suaratimur.com (Jakarta, 8 Januari 2025).
Sebab, berdasarkan pasal 158 UU 10/2016 menjelaskan perselisihan suara dilihat dari 1.) Provinsi dengan jumlah penduduk kurang dari 2 juta maka maksimal selisih suara 2 persen. 2.) Provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta-6 juta maka maksimal selisih suara 1,5 persen. 3.) Provinsi dengan jumlah penduduk 6 juta-126 juta maka maksimal selisih suara 1 persen. 4.) Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta maka maksimal selisih suara 0,5 persen.
Sebagai Kesimpulan dari uraian diatas, maka, Undang-Undang Pilkada pada pasal 158 UU 10/2016 merupakan salah satu asas hukum yang mengikat. MK akan Kembali mengikuti permohonan pemohon terhadap MK, namun akan Kembali melihat dasar/dalil persilihan sebagai syarakt formil. Dan kepada Paslon yang memohon gugatan di MK merupakan demokrasi yang harus diikuti sesuai ranah hukum yang berlaku di Republik Indonesia.
Penulis: Alexander G. Gobai, Ketua Relawan MeGe Papua Tengah Tinggal di Nabire Papua Tengah
+ There are no comments
Add yours